Emprit Ganthil

(Dening; Kun Prastowo)


Thit … thit…. thiiirrr….
emprit ganthil ngidung ing pucuke wit pring
temlawung
merbawani
asung pratanda
tumekaning pati kang durung pinasthi

dudu patine Mbah Wiro, kang wus puput ing yuswa
dudu patine Lik Sonto, kang nandang papa cintraka

Emprit gantil ngabarake patine geni!!!
Geni sing murup ono dadahne para mudha

Geni sing kudune murub makantar-kantar kuwi wis MATI!!!

Ora mokal;
wegah gumregah tumandang gawe
wegah kangelan
golek kepenake dhewe

Thit … thit…. thiiirrr….
emprit ganthil nelangsa ing pucuke wit nangka;
nelangsa, ngangga angga

Emprit Ganthil nangisi kahanane Ibu Pertiwi
dudu katentreman lan kemakmuran kang onjo
ananging reregan kang sundul ing ngawiat
rasa pangarasa kang katiup ing maruta
jarah rayah saya ngembyah
tatanan bubrah

Thit … thit…. thiiirrr….
emprit ganthil miber
sinambi nangis tanpa luh
pingin mencok ing pucuke wit semboja
tengahing kuburan, sak pinggiring desa….

DONGENG, Cerita Menjelang Tidur


DONGENG atau cerita menjelang tidur, merupakan budaya bertutur yang sudah turun temurun menjadi tradisi ditengah masyarakat Indonesia dan hingga kini masih menjadi tardisi di sebagian keluarga.


Walaupun kini mulai terpinggirkan karena kalah dengan perkembangan teknologi digital seperti TV, VCD, HP dan peralatan elektronik lainnya. Alasan lain kenapa dongeng mulai ditinggalkan adalah kesibukan orang tua memburu kebutuhan maupun minimnya referensi dongeng itu sendiri.

Banyak pihak yang meyakini dongeng memiliki banyak sisi positif dalam proses pembelajaran dan sosialisasi anak. Karena melalui dongeng anak akan lebih mudah memahami berbagai hal.

Padahal dongeng merupakan sarana edukasi dan komunikasi yang efektif bagi orang tua kepada anak-anaknya, dapat menjadi sarana menumbuhkan karakter anak dengan menanamkan nilai-nilai keteladanan, nilai-nilai budi luhur, etos kerja, kreatifitas, daya nalar maupun logika anak.

Dongeng juga dapat menjadi filter budaya yang efektif, sekaligus pengenalan budaya nasional, penanaman nilai-nilai universal kemanusiaan, pembelajaran budi pekerti sekaligus menjadi media terjalinnya hubungan emosional orang tua dan anak.

Melihat kemanfaatan dongeng yang cukup dominant dan permasalahan yang kini mulai ditinggalkan, maka sudah selayaknya ketika dongeng ditradisikan kembali melalui berbagai cara dengan tujuan utama menyadarkan orang tua untuk memanfaatkan dongeng sebagai menu utama dalam mendidik anak.

Komunitas Peduli Anak Kandangsapi Solo (KOMPAK’s) sebagai salah satu organisasi sosial masyarakat yang konsen dan peduli akan hak-hak anak dan proses tumbuh kembang anak akan mencoba menjadi salah satu pelaku dalam proses pemberdayaan dan penyadaran orang tua untuk kembali menumbuhkembangkan dongeng di tengah keluarga.

Melalui proses ini, dongeng diharapkan menjadi sarana untuk membentuk karakter generasi baru hingga tercipta sumber daya manusia yang memiliki hati nurani yang luhur.

Sebuah kegiatan ‘Nimbrung Dongeng’, dimana anak-anak dan orang tua diajak bermain bersama, disuguhi cerita-cerita menarik, interaktif dan pembagian hadiah, ketika dikemas secara menarik tentunya proses pemberdayaan dan penyadaran akan berjalan efektif.
‘Nimbrung Dongeng’ juga dapat dijadikan sarana untuk sosialisasi maupun kampanye; Anti Narkoba, Human Trafficking, GWJB, AID’s, Program Pemerintah, Seni Budaya, dll.

Sumber certita: Buku, Koran, Majalah, Komik, Film, Internet, dan sumber-sumber lain. Sarana: Backdroop, Sound system, alat peraga, alat musik, hadiah, tansportasi, computer, printer, VCD, Proyektor, dll. Alat Peraga sebagai pendukung cerita meliputi; Wayang, boneka, mainan anak, peralatan rumah tangga, alat musik, pohon hadiah. Hadiah dapat berupa; buku, pensil, bullpen, karet penghapus, tas, mainan anak, makanan kecil/snack, dll.

Tapi masalahnya, kegiatan yang mulia ini harus terbentur masalah minimnya sumber dana sehingga belum dapat bergerak linear seperti perencanaan awal. Bila ada pihak-pihak yang beratensi untuk mendukung acara ini tentu akan sangat kita hargai, kita tunggu....



HASTA BRATA

Dhandhanggula:

(Dening: Kun Prastowo)

Guyub rukun dadi sedya suci
Warga Jebres tlatah Surakarta
Ki Tamso iku lurahe
Rukun sedayanipun
Anjalari santoseng budi
Laras budaya Jawa
Jumbuh kersanipun
Pepoyaning kautaman
Iku yekti tuladha tentreming ati
Kudu tansah dijaga

Warga Jebres ayo enggal bangkit
Mangun praja raga klawan jiwa
Kuncara dadi ancase
Lambaran guyub rukun
Hasta brata jiwa pribadi
Manjing dadi budaya
Ing bebrayan agung
Pangarsa klawan kawula
Eling marang sangkan paraning dumadi
Golong gilig ing sedya

Hasta brata watak kang sejati
Nora beda perbawaning alam
Surya candra kartikane
Haminda yektinipun
Sangkan parang jati Illahi
Nurut budaya jawa
Bumi geni banyu
Kalawan angin punika
Panguripan iku tan beda anasir
Luhur budi manungsa

Pralambange hasta brata yekti
Endra Yama Surya Candra dewa
Sumusup dadi jiwane
Kuwera klawan Bayu
Brama iku bathara agni
Baruna ya bathara
Banget tetep jumbuh
Nalusup ing raganira
Panutane pangarsa sagung dumadi
Sari pati piwulang

Aji mau Ujian

(Pitutur kanggo anakku lanang)


Persaingan global menuntut sumber daya manusia yang pinunjul dan mumpuni, tidak saja secara dataran akademis namun kepandaian itu harus dipadu dengan kepribadian yang baik serta dilandasi ketaqwaan.


Waktu tlah berjalan begitu cepatnya, mak jegagik; pagi itu aku memasuki gedung wayang orang Sriwedari, bukan untuk nonton pertunjukan wayang orang, namun menghadiri Rapat Pleno Komite Sekolah SMP Negri 25 Surakarta. Rapat dilaksanakan di gedung itu karena gedung pertemuan sekolah sedang direnovasi.

Tanpa terasa, anakku lanang; Iswara Aji Herlambang telah duduk dikelas IX dan beberapa bulan lagi akan mengikuti Ujian Negara, bersaing, berkompetisi sekaligus berjibaku dengan kurang lebih 11 ribu siswa SLTP se Kota Surakarta!!!

Passing Grade nilai kelulusan UN yang terus meningkat; 5,50 (tahun 2008/2009) tentu akan kembali meningkat di tahun 2009/2010 mendatang. Hal ini tentunya menjadi salah satu perhatianku agar anak lanang lolos UN.

Cerita tentang anakku lanang: Iswara Aji Herlambang. Dia lahir pada tanggal 29 Nopember 1994 sekitar jam 08.30 WIB di Rumah bersalin Dr. Oen Kandangsapi Jebres, dia lahir ketika aku mencari pembicara ke Jogja untuk mengisi acara seminar --maklum ketika itu aku masih 'asyik' dengan dunia kampus-- sehingga kelahirannya tidak aku tunggui. Padahal ketika dia jelang lahir, orang rumah --mertua dan adik-adik ipar-- geger dan bingung karena harus menentukan operasi ketika sampai jam 08.45 si jabang bayi tidak juga lahir, karena ketika itu air ketuban sudah pecah....

Orang Jawa bilang; Asma kinarya japa, artinya nama adalah sebuah do'a dari orang tua. Maksud nama itu menurut intepretasiku adalah; iswara = pemimpin, aji = kemampuan (latar belakang aku memilih AJI, karena ketika itu lagi gandrung-gandrungnya dengan Aliansi Jurnalistik Independen, maklum bekas pers mahasiswa) dan herlambang = simbol-simbol air. Aku menggantung harapan anakku lanang kelak menjadi seorang pemimpin yang memiliki kepribadian seperti filosofi air. Pemimpin yang penghidupan --nguwongke uwong, pemimpin yang senantiasa mengalir ke bawah ataupun pemimpin yang berfikiran jernih, bening.

Kesempatan tidak datang dua kali!!! Itu yang selalu aku tekankan padanya, maka jangan sia-siakan kesempatan, jangan sia-siakan waktu.

"Mendingan mandi keringat saat latihan daripada bersimbah darah saat perang!!"
"Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian"

Kini semuanya tergantung padamu; mau sukses atau tidak, semua daya upaya ada pada kamu. Orang tua, sanak saudara dan kerabat hanya bisa memberi motivasi; bahwa kamu BISA!!!!

Harapan bapak yang aku titipkan melalui namamu merupakan harapan tertinggi yang ingin bapak lihat, ingin bapak banggakan....

Selamat berjuang....

Ada yang Baru


Sesuatu yang baru kadang membuat kita, jengah, kaget dan bahkan bingung! Kondisi ini akan dialami dimanapun dan kapanpun. Padahal, kita menemukan sesuatu yang baru tersebut secara berulang, sering…..


Justru kekagetan dan kebingungan itulah yang membuat sesuatu yang baru menjadi special, dan ternyata banyak orang yang memburu, mencari sesuatu yang baru itu hanya untuk kekagetan dan kebingungan secara massif…
Bahkan dalam salah satu iklan parfum menjadikan copywrite-nya dengan sebuah kata tegas; “Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda!” Nah..

Kita ajukan contoh pertanyaan kecil; Apakah Anda kaget ketika pertama kali mendengar Mbah Surip meninggal? Apakah Anda kagum dengan Mbah Surip?
Kalau jawaban anda; Ya! Berarti Anda termasuk kelompok yang ‘tidak telmi’ dan ‘tidak bosenan’.

Kalau Anda bertanya kepada saya tentang pertanyaan tersebut, maka jawaban saya, jelas YA! Alasannya? Simple saja, kita telah kehilangan sosok yang dapat mengajak dunia tertawa dan mentertawakan dunia! Hua… haaa… haaa…… Mbah Surip adalah sosok yang sederhana dan konsisten dengan pilihan hidupnya, sementara Anda?!!!
Mbah Surip merupakan seniman Indonesia ‘pertama’ yang mampu mendulang sukses di usia senja-nya, dia juga seniman Indonesia ‘pertama’ yang berani menawarkan jenis musik yang jenaka dan apa adanya…

Satu hal lagi, dalam terminology bahasa Jawa, Surip terdiri dari dua suku kata; su + urip, su artinya indah, bagus atau baik, sementara urip berarti hidup. Maka, Surip berarti Hidup yang indah….
Hal ini merupakan pertanda alam?!! Dengan meninggalnya Mbah Surip, apakah hidup yang indah akan sirna juga dari Bumi Pertiwi?!

Sudah selayaknya, Anda yang masih memiliki kekagetan-kekagetan dan kekaguman-kekaguman bisa hidup tenang sembari menggantungkan harapan untuk senantiasa menjumpai kekagetan-kekagetan dan kekaguman-kekaguman itu…

Langkah besar dan kesuksesanpun juga bermula dari langkah pertama.

Nikmati hal yang pertama, yang baru dengan sepenuh hati….

TIRAKATAN 17 AGUSTUS 2009

PROSESI KIRAB TUMPENG ROBYONG


Jam ditanganku menunjukkan pukul 19.20 menit ketika kenthongan nada Uluk-uluk ditabuh Pak RT, lalu Pembawa Acara membuka Acara Malem Tirakatan 17 Agustus 2009 di kampung Kandangsapi Jebres Solo.

Aku mulai mendalang…..

Dhedhep tidem prebawaning ratri
Sasadara wus manjer kawuryan
Tan kuciwa memanise
Menggep srinateng dalu
Siniwaka sanggya pra dasih
Aglar neng cakrawala
Winulat ngelangut
Prandene paksa kebegan
Saking kehing taranggana kang sumiwi
Warata tanpa sela

Gending pembuka dari CD, Prosesi dimulai……

Kocap Kacarita: Minangka jangkeping carita, katingal wonten sunar saking ketebihan ingkang cumlorot hanelahi, inggih sunaring kampung Kandangsapi RT 1 RW 33 ing ratri kalenggahan punika.

Sinebat kampung Kandangsapi, amargi duk samangke, rikala Susuhunan Ingkang Kanjeng Sinuhun Paku Buwana kaping VII ngasta pusaraning adil ing nagari Surakarta Hadiningrat, kepareng ngingah rajakaya arupi lembu. Pramila hanetepaken tlatah ing iring ler wetan sacelaking kali Anyar kadadosaken kandang. Amargi rejaning jaman; kampung kalawau sinebat kampung Kandangsapi.

Lah menikata warnanira, kampung Kandangsapi ingkang tata titi tentrem kerta raharja. Wonten ing dinten Sukra Kasih, surya kaping 16 Agustus 2009; karang tumaritis ing Kandangsapi ketingal gilar-gilar, kadya taman ing swarga loka.

Punapa ta werdinipun, bilih dalu punika para warga kampung Kandangsapi makempal sawiji. Datan sanes; hamung badhe nyawijekaken cipta rasa karsanipun, saperlu hangestungkara, caos pandonga suci wonten ngarsanipun Gusti Ingkang Akarya Loka, ingkang sampun paring kanugrahan arupi kamardikan dhumateng bangsa Indonesia duk rikala 64 warsa kapengker.

Palenggahan sampun ginelar asesamak babut, sinebaran sari-sari ginanda lisah jebat kasturi, ketingal arum gandanya, hangebaki ing madyaning pahargyan. Swasana tidem premanem tan ana sabawa, ingkang kapireng hamung lamat-lamat swaraning pradangga munya hangrangin, sinela swaraning widuwati kang hanyapih sepining swasana, lamun ta kepireng saking katebihan pating calengklang, pating calengkling imbal gantya ing mandaraga.

Sampun dumugi wahyaning mangsakala. Minangka purwakaning kandha, hanenggih pambukaning panyandra:

Kirabing Tumpeng Robyong ingkang apinda sekar kalparatu dewa ndaru. Ingkang sampun binayang saking marga, jengkar saking embaning Dampar Denta. Sigra manjing satengahing pahargyan.

(1) Minangka cucuking kang lumaksana; jejaka tumaruna sesilih; Janur Putra Katulistiwa. Sapecak mangu sapecak kendel, awit emut pangendikaning para nimpuna, rum kuncaraning bangsa; dumunung haneng luhuring budaya. Sang jejaka tumaruna enggala ngaturaken geguritan pambuka.

Janur mulai melangkah dengan ritmis, sembari membawa obor di tangan kanan dan secarik kertas berisi bait-bait geguritan, mulai membaca geguritan;

KIDUNG BUMI PERTIWI

Ibu bumi - bapa angkasa - nuswantara
Kepareng, ingsun anggurit sengkalan sawiji:

Mijile bayi merdika ing pangkone Njeng Pertiwi mencorong cahyane;
sumunar anelahi bumi gung ing pancere zamrut katulistiwa
Tamansari kusumaning bangsa sumare pra bantening jurit kang wus anuraga
Samya suminggah angidung tembang suci;
Ibu Pertiwi, ibu pertiwi, ibu pertiwi...

Lumakuning lakon reroncening sujarah wus rinakit dening pra sujana
Lelandhesan kasunyatan, linambaran sucining pangesthi
Tan kengguh ing apa wae jer maksih ginebeng prabawane Sang Pangeran
Sinawung suci murnine rasa jati nggennya samya ngabdi mring sesamining dasih
Nunggal lakon, nunggal rasa, nunggal prihatin

Jantraning sujarah trus lumaku,
Tan rinasa wisaning panggodha wiwit kumrembyah
analusup mrana-mrene datan katon
Lumebu galihe pra ambeg nistha
Akekududhung pangiming-iming agunging brana

Ing ngendi-endi tinaretes gebyaring pangalembana;
Blereng paningale,
blereng rasane
Musna kamanungsane,
Purwaduksina wus oncat saking kapribadene

Saiki…
Kedhatone Njeng Pertiwi peteng ndhedhet lelimengan;
Aluse drupiksa banaspati, engklek-engklek balung atandhak
Jejogetan memba-memba ledhek tayub samya wuda
Pupu ginelar dhadha binuka, pawadon sinundhul puyuh
Panen keplok nyrobot bandha, surak-surak mawurahan

Budayane wus kuwalik
rasane mati
keladuk
keblinger

(2) Kasambung salajengipun; minangka panyumbuling pangarsa, ingkang kaprah winastan pratiwa manggala ya talang pati; pinaragan taruna muda sakembaran kang bagus warnane, kembar busanane: sesilih Cristian Eka Wijaya dalah Immanuel Candra Wijaya. ketingal polatan tajem; jumangkahe suku nut wiramaning gending ingkang kapiyarsa. Ing sawurinipun ketingal sapangombyong inggih punika para bebakal tarunaning bangsa: Deby, Neta, Rachel, Itok, Yoga, dalah Eka Anggaresta.

Dua orang anak bersama beberapa akan kecil maju sembari membawa bendera Merah Putih yang tengah berkibar di tiangnya….

Kumlebet angawe-awe, gendera gula klapa katiuping maruta. Abang mbranang pindha kencenging tekat, putih memplak pindha sucining sedya. Datan mangro tingal: hamung abang-putih kang ngrenggani angkasa nuswantara.

Ngelingi labuhing pra kusumaning bangsa, ingkang sampun soroh jiwa raga mrih rahayuning nusa bangsa. Prayoga den kaesthi; Sadumuk bathuk sanyari bumi, den labuhi kanthi wutahing ludiro; Jaya Indonesia. Indonesia tansah Jaya!!!

(3) Kasambung ing sawurinipun; minangka patahing kirab; wonten pawestri ingkang maksih timur sesilih Nastiti Lamsri Slaganingrum. Ketingal glewo-glewo kaya golek kencana, ngagem busana pinjung edi peni; kinalungan sekar rinonce miwah sangsangan kencana tumibeng pamidangan; asri dinulu hanengsemaken ingkang sami mulat. Datan kendel risang pawestri hanyekar Maskumambang;

Kamardikan kang uwus kita rungkebi
Uruna mring nusa
Nadyan dudu bulu bekti
Prayogane melu njaga

Gending Ibu Pertiwi dari CD dibunyikan….

(4) Ketingal dampyak-dampyak kanthi lumaku baris lampah lon-lonan; sabregada para muda tumaruna kampung Kandangsapi hanjok saking tepis wiringing ardi, gumarojok tanpa larapan kanthi hambopong ‘Tumpeng Robyong’

Sigra mlampah sang tumpeng sinangga wakul
Para muda kang njageni
Ing ngarsa miwah ing pungkur
Tanapihing kanan kering
Sang tumpeng lampahnya alon

Tumpeng yang di tampah (alat penampi beras) ditaruh diatas meja kecil dan diberi dua potong bambu untuk pemikul. Tumpeng dan meja itupun dihias dengan pernak-pernik merah putih, sungguh heroik….

Sinten ta pager ayu dalah jejaka tumaruna ingkang kapatah ngirap Tumpeng Robyong punika;

Sabregada pager ayu pangarsaning lampah ingkang ketingal gandes luwes marak ati pinagan dening: Nanda Berliana Purwanti, Erlinda Novitasari, Clara Oktaria dalah Retno Ning Handayani.

Wondene jejaka tumaruna dasar gagah pideksa; polatan sumeh ketingal tajem, kaparagan hamboyong tumpeng, ketingal; Iswara Aji Herlambang, Dedy Ali Musyanto, Yusi Suhartono dalah Andika Supriyanto.

Ginarubyuk para putri kang apindha dhomas, kaparagan dening; Yesica Leodora, Ester Magdalena, Windi Kurniawati dalah Maria Christonia Ciptorini.
Ketingal luwes anggennya nyawuraken sekar telon ingkang dados pasemon mugi handadosaken rum kuncaraning kampung Kandangsapi.

Salajur sisih, tata ning lumaksana pangirabing Tumpeng Robyong ketingal dampyak-dampyak pindha sulung harebut marga; dinulu asri pindha robbing jalanidhi.

Dene pethiting kang lumaksana; inggih punika para bebakal bayangkarining praja, kaparagan dening; Sandra, Donik, Putri, Yanu, Prasetyo dalah Danik.

Punapa ta werdinipun Tumpeng Robyong dalu punika:
Janur kuning kang rineka janma, katelah sinebat Panjang Ilang, isinipun pisang ayu satangkep, kinang sakenyah, sekar sapelik; ing piwulang luhur den wastani Sanggan.
Ing wudharing panjang ilang, rawe-rawe rantas malang-malang putung, sah sampurna jantraning sedya.
Tumpeng Golong, mujudaken pasemon tansah enget dhumateng Gusti Ingkang Maha Agung; wujud tumpeng pindha wukir pasemon golong-giligipun warga kampung Kandangsapi, kacihna sampun nyawijekaken cipta rasa karsanipun saha asung pandonga suci mring ngarsaning Gusti amargi sampun pikantuk kanugrahan arupi kamardikan.
Robyong ingkang rinakit saking kehing olah pasiten kapinda sekar kalparatu dewa ndaru; pasemon karaharjan lan kemakmuran. Kathi pangesthi karaharjan lan kemakmuran mugi tansah cumondhok ing kampung Kandangsapi ing salajelingipun tumuntena murah boga wastra.

Ketingal hamari kelu sedaya ingkang samya sinewaka; linambaran rasa pangrasa datan kentun ngulukaken angidung pandonga suci;
Dhuh Gusti, kawula nyuwun, mugi keparenga Paduka paring berkah saha paring pangayoman dhumateng nagari Republik Indonesia supados nagari Republik Indonesia tata tentrem, gemah ripah, kerta raharja, dadosa nagari ingkang santosa, jaya, tuwin kuncara ing bawana.

Dhuh Gusti, kawula nyuwun, mugi keparenga Paduka paring pepadhang tuwin tuntunan dhumateng para pengagenging nagari, para nayakaning praja, para bayangkari nagari supados sami saget nindakaken darma bhaktinipun dhumateng nagari; ingkang anjalari raharjaning nusa, bangsa, tuwin nagari kita Republik Indonesia.

Jejeg jumangkah, jajag jumujug kang jinangka, raharja ingkang samya sinedya. Kasigeg tumakaking adicara kirab.

Kirab Tumpeng untuk sementara waktu menunggu, jeda. Pembawa Acara mulai melanjutkan acara yang rutin dilakukan pada Acara Malam Tirakatan; Menyanyikan Lagu Indonesia Raya (Biarlah di Gedung DPR tidak berkumandang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, namun dikampungku Lagu Indonesia Raya berkumandang dengan kidmadnya), Pembacaan Pancasila, Sambutan Pak RT dan Pak RW, Menyanyikan Lagu-Lagu Perjuangan dan Do’a.
Kirab Tumpeng dilanjutkan….

Suruping Sang Yang Arka, gumantosing dalu. Datan wonten jroning ratri ingkang cinarita amung Sang Yang Candra ingkang mijil saking Pratala arsa marbawani ing jagad raya.

Amastuti wasita adi, sabdaning para winasis; dupi wus dumugi wahyaning mangsakala, dhumawahing nugraha saking Gusti Ingkang Maha Kawasa.

Mangkana ta wau, ingkang hamengku karsa nun inggih Bapa Suratman, kasumbul sawuripun nun inggih Ibu Suratman, Bapa Slamet PR saha Bapa Kasmudji sigra jumangkah hanetepi darmaning bebrayan agung; wigati hamberat sakathahing durgama jer katemben anggenira ngrumpaka Tumpeng Robyong. Sumangga nun.

Pak RT didampingi Bu RT, Pak Slamet dan Pak Kasmudji maju kedepan dan selanjutnya memotong tumpeng….

Wus tinigas lunging tumpeng, tinon sumunar cahya merbawani kangya pra seba; ingkang esthinira hambengkas saliring durgama, gudha rencana, bengkas saru siku, sarta anyenyandang dhumawahing nugraha raharja bagya mulya, jumbuh kang sarwa ginayuh, dadi kang sami kaesthi.
Tulus lestari gya kapasrahaken dhumateng catur muda tumaruna ingkang dados pasemon sarining: pratiwi, hagni, tirta, miwah bayu.

Lung tinampi punika kinanthen sedya mugya para muda tansah mersudi reh kasarasan, kawasisan, ketrampilan, kagunan, miwah kasusilan suba sita sarta tatakramanipun.
Putra putri ginadang dadya wiji; dewasa, seger saras jiwa raga, wasis trampil, prasaja, anggung ginunggung gumbira, miwah susila anuraga.

Datan katalumpen Bapa Suratman tansah ngelingake; menawa para warga mligine para muda duwe wajib; rumeksa karaharjan lan memayu kayuwanan sarana laku merangi kala murka, ambrastha dur angkara.

Genepe malah ana limang perkara:
Sepisan; Rumeksa raharjaning praja bumi kelahiran,
Kaping pindho; Ngayomi para Wiku Pandhita Resi Ulama kang padha ulah pudya mesubrata,
Kaping telu; Trisna ing bangsa, lan welas asih mring kawula dasih,
Kaping papat; Setya tuhu ing janji, netepi sabda kang wus kawedhar,
Kaping lima; Tunduk ing bener adhedasar adil.

Nulada laku utama
Tumraping wang tanah jawi
Wong Agung ing Ngeksiganda
Penembahan Senapati,
Kepati amarsudi
Sudane hawa lan nepsu,
Pinesu tapa brata
Tanapihing siang ratri
Amemangun karyanaktyasing sasama.

Para rawuh kakung sumawana putri, kula ingkang hambiwarakaken lampahing tatacara Tirakatan mengeti Ambal Warsa Kamardikan Republik Indonesia ingkang kaping 64 ing kampung Kandangsapi talatah Surakarta Hadiningrat; kula nglenggana kathah atur kawula ingkang mboten handamel rena miwah sarjuning penggalih panjenengan; Kirang jangkeping atur, kaladuk tuwin lepating pangroncening tembung, ukara miwah basa, mugi ampun andadosaken kiranging pamengku. Hamung tinadah mbaludaking pangaksama.
Pepuntoning atur kinanthenan sesanti; Gangga gangga tri gangga, durga mendhak kala sirna, hayu – hayu - rahayu ingkang samya pinanggih.

Nuwun, nuwun, matur nuwun.

Malam semakin beranjak. Namun; anak-anak masih tetap bersemangat, tamu undangan, karang taruna, warga dan penonton masih setia menunggu hingga acara berakhir….
Aku yang meracik dan ‘menjadi dalang’ dalam acara malam ini cukup terharu atas atensi semuanya; anak-anak yang bersedia menjadi pelaku, Pak RT, Pak RW hingga warga yang dengan sukarela membantu agar acara ini sukses.
Itulah ‘sesuatu’ tentang arti kemerdekaan, nasionalisme, cinta tanah air yang dapat aku tanamkan kepada anak-anak di kampungku….

Dirgahayu Indonesia; Jayalah Negriku, Sejahteralah Bangsaku….

MERDEKA!!!

Kemiskinan, Mengubah Paradigma

Motivasi dan pemahaman warga masyarakat terhadap PNPM Mandiri Perkotaan ibarat rintik hujan. Kadang hadir dengan deras berbarengan gelegar petir, kadang rintik-rintik tipis seperti embun. Faktor penyebab perbedaan pemahaman dan naik turunnya motivasi warga adalah perbedaan visi tentang penanggulangan kemiskinan itu sendiri.

Perbedaan dan permasalahan yang melingkupi pelaksanaan tahapan PNPM Mandiri Perkotaan di masyarakat merupakan dinamaika yang harus disikapi secara arif oleh semua pihak. Perubahan dalam setiap sisi kehidupan tentu akan menimbulkan pro dan kontra serta akan menimbulkan berbagai polemik baru, apalagi perubahan menuju sebuah tatanan baru demi kebaikan maka tingkat permasalahan dan kendalanya akan semakin kompleks.

Di dataran Pemerintah Kota Solo sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam hal regulasi dan kebijakan terhadap PNPM Mandiri Perkotaan terlihat masih ada unsur kepentingan politis dengan dalih; bahwa Pemkot telah memiliki program tersendiri untuk menanggulangi kemiskinan. Hingga dana pendampingpun yang sebesar 50% sebagai prasyarat kesanggupan Pemerintah Kota Solo menerima PNPM Mandiri Perkotaan masih dilakukan tarik ulur dalam bentuk sharing programe berupa; Dana Operasional Posyandu Balita/Lansia, Program Makanan Tambahan Posyandu Balita/Lansia, dan Renovasi Rumah Tidah Layak Huni (RTLH).

Bila ditilik dan dipahami dari kaca mata model penanggulangan kemiskinan yang ditawarkan PNPM Mandiri Perkotaan maka dana pendamping yang berbentuk sharing programe layak dipertanyakan karena: (1) Bersifat Top down bukan Buttom up, sehingga program yang ditawarkan Pemkot belum tentu sesuai kebutuhan masyarakat (2) Sharing programe jelas-jelas tidak sesuai dengan esensi PNPM MP (3) Menutup kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi/ menentukan kebijakan (4) Dana operasionalnya bagaimana?

Pertanyaan lain yang tidak kalah pentingnya adalah pemahaman Pemerintah Kota terhadap PNPM Mandiri Perkotaan itu sendiri, kasus yang terjadi di Kota Solo merupakan bukti bahwa otonomi daerah masih dipahami pemerintah kabupaten/kota sebagai kewenangan absolut tanpa batas dan kompromi, hingga akhirnya terkesan menghasilkan ‘raja-raja’ kecil.

Pemerintah Kota Solo terlihat tidak memberi kesempatan warga untuk menentukan kebutuhannya dan masih memandang warga masyarakat sebagai obyek pembangunan. Ternyata, paradigma lama masih mengakar di daerah walaupun Era Reformasi telah beranjak menuju tahun ke-11. Kondisi inilah yang menjadi penghalang utama bagi penerapan PNPM Mandiri Perkotaan di daerah, sehingga transformasi sosial yang diharapkan menjadi output maksimal PNPM Mandiri Perkotaan nampaknya tidak akan berjalan mulus.

Kondisi serupa juga terjadi di tingkat Basis/RT/RW walau dalam bentuk dan porsi yang berbeda. Masyarakat telah terpola dengan model pembangunan instan sehingga dalam setiap pengambilan keputusan tergesan pragmatis dan cari gampangnya saja.
Sebagi contoh adalah pelaksanaan Pemetaan Swadaya (PS), Pemetaan Swadaya merupakan tahapan dari PNPM Mandiri Perkotaan yang dilakukan oleh warga masyarakat tingkat Basis/RW (Tim PS) dalam rangka menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang kondisi realita yang ada saaat ini dan upaya membangun kesepakatan mengenai kondisi ideal yang ingin dicapai.

Pemetaan Swadaya seyogyanya dilakukan secara menyeluruh (integrated) dan tidak sepotong-sepotong serta melibatkan warga masyarakat, karena PS menjadi dasar atau landasan utama dalam upaya penanganan kemiskinan, sekaligus sebagai blue print bagi Pengurus RT/RW dalam menentukan arah pembangunan warganya. Itu pada dataran ideal, namun pelaksanaan di lapangan ternyata terjadi distorsi yang cukup jauh. Pemetaan Swadaya hanya dipandang sebagai sebuah usulan ‘keinginan’ warga di tingkat Basis/RT/RW bukannya kajian yang terpola sehingga menghasilkan output berupa kebutuhan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan.

Ironisnya, Pemetaan Swadaya hanya dilakukan Ketua RW secara serampangan dalam waktu tidak lebih dari satu jam. Sehingga lumrah ketika out put kajian tertera usulan pembuatan gapura!

Sosialisasi yang telah dilakukan maupun tahapan-tahapan selanjutnya walau telah dilakukan nampaknya belum memberi pemahaman kepada masyarakat akan hakekat PNPM Mandiri Perkotaan. Konsep Tridaya; Pembelajaran, Kemandirian dan Pembangunan Berkelanjutan belum dipahami masyarakat sebagai sebuah kesatuan yang utuh, masyarakat masih memandang PNPM Mandiri Perkotaan sebagai sebuah program bagi-bagi uang, Jaring Pengaman Sosial (JPS) atau Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk kelompok, tanpa memperhatikan proses maupun kaidah-kaidah yang benar.

Alasan klasik menjadi pembenaran; tidak adanya dana pendamping untuk tingkat Basis! Motor penggerak PNPM Mandiri Perkotaan seperti Pengurus RT/RW, Relawan maupun kelompok peduli merasa keberatan bilamana harus mengumpulkan warga untuk melakukan rembug warga maupun diskusi kelompok (FGD). Karena untuk mengumpulkan warga masyarakat rasanya akan sulit (sungkan) apabila tidak diberi jamuan semisal minuman dan makanan ringan.

Beberapa cara perlu dicoba untuk meluruskan paradigma tersebut, diantaranya melalui; (1) Pembuktian bahwa PNPM Mandiri Perkotaan merupakan sebuah program pemberdayaan masyarakat yang ideal untuk mendorong masyarakat menemu kenali masalahnya dan sekaligus mencari pemecahan permasalahan yang dihadapinya. (2) Informasi lisan maupun melalui media tulisan berupa bulletin Warta Mandiri secara terus menerus, sedikit demi sedikit diharapkan pemahaman tentang PNPM Mandiri Perkotaan dapat tercapai. (3) Melakukan loby-loby dengan pihak-pihak berpengaruh dan tokoh masyarakat di tingkat kelurahan untuk secara bersama-sama mendorong masyarakat turut berpartisipasi dalam penanggulangan kemiskinan.

Kelurahan Jebres dengan penduduk dewasa hampir mencapai 23.000 jiwa yang tersebar di 36 Basis/RW merupakan wilayah kerja yang cukup luas. Bila diasumsikan 15% penduduknya masuk kriteria KK miskin, maka butuh tenaga, swadaya dan waktu yang ekstra untuk menangani masalah kemiskinannya. Permasalahan utama; makin minimnya tingkat kepedulian diantara warga sehingga sikap pragmatis dan individualistis cukup mendominasi sikap kehidupan masyarakat sebagai representasi sikap negatif bangsa Indonesia yaitu sikap hidup yang tidak suka bekerja keras, kecuali kalau terpaksa. Sikap-sikap itu menggambarkan bahwa manusia Indonesia menyenangi hal-hal yang instant dan cari mudahnya saja.

Civil society sebagaimana diidealkan PNPM Mandiri Perkotaan merupakan model pembangunan yang perlu dikembangkan hingga masa mendatang. Untuk itu hendaknya pemahaman dapat diletakkan secara sejajar antara; negara yang kuat dan masyarakat sipil yang kuat pula. Kedua perpaduan itu ibarat sekeping mata uang; sama-sama penting untuk mencapai masyarakat yang sejahtera dalam arti seluas-luasnya.

Negara yang kuat dibutuhkan untuk menumbuhkan efektifitas dan efisiensi performance yang dapat mendorong partisipasi masyarakat, serta bisa menjamin hak-hak asasi manusia, keadilan sosial, dan kepentingan umum lainnya. Sedangkan masyarakat sipil yang kukuh mutlak diperlukan untuk menjadikan masyarakat yang sadar dan well informed, sehingga memahami hak-hak dan tanggung jawabnya, serta akan bertindak sebagai warga negara yang aktif.

Stephen R Covey, penulis buku The Seven Habits for Highly Effective People mangatakan: “Taburlah gagasan; petiklah kebiasaan. Taburlah kebiasaan; petiklah karakter. Taburlah karakter; petiklah hasil!”. Artinya untuk memperoleh hasil maksimal dalam penanggulangan kemiskinan tidak dapat dilakukan secara instant dan serampangan. Dibutuhkan habit (pembiasaan) yang dilakukan berulang-ulang konsisten dan berkesinambungan.

Pengikut

ShareThis

Pambuka


Blog ini ditayangkan untuk mengasah idealisme saya tentang; kebangsaan, kerakyatan, budaya, silaturahmi dan hal-hal kecil yang 'mungkin' sama sekali tidak penting alias ecek-ecek. Sekaligus untuk curah pendapat bagi siapa saja yang sempat mampir. Semoga kearifan lokal tidak dilupakan...
Sumangga katuran pinarak...

Local Blogs
blog