Noordin M Top Mati di Jebres

Keheningan malam kampung yang berbukit dan gersang serta rimbun dengan barongan ori --pohon bambu-- dan berada 200 meter di sisi barat jalan lingkar (ring road) menuju Karanganyar itu terusik oleh rentetan tembakan dan dentuman bom. Lebih dari 5 jam penduduk Kampung Kepuhsari dicekam ketegangan.

Dan ketika pagi mulai merekah, mereka mendengar kabar Gembong Teroris yang diburu Densus 88 hampir 10 tahun, Noordin M Top telah mati diterjang peluru dan ledakan bom yang dirakitnya. Ya, kampung yang berada di ujung utara dan bampir berbatasan dengan kabupaten karanganyar itu adalah Kampung Kepuhsari Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta.

Kecamatan Jebres adalah kecamatan terbesar diantara 5 kecamatan yang ada di KotaSurakarta. Kecamatan Jebres memiliki 11 kelurahan; Mojosongo berada diujung utara, Jebres, Tegalharjo, Jagalan, Sudiroprajan, Kepatihan Wetan, Kepatihan Kulon, Purwodiningratan, Sewu, Gandekan dan Pucangsawit.

Pelarian buronan paling dicari di Indonesia, Noordin M Top akhirnya terhenti pada Kamis (17/9) pagi. Dalang sejumlah aksi terorisme itu tewas diberondong timah panas tim Densus 88 dalam penyergapan sebuah rumah di Kampung Kepuhsari RT 03/RW XI, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Solo, Jawa Tengah.

Akhir perburuan Noordin berawal dari penangkapan dua orang anggota Kelompok Urwah dan Aji. Pukul 11.30, petugas menangkap Rohmad Puji Prabowo alias Bejo di Pasar Gading, Solo. Rohmad pun diinterograsi, dan dari sini, petugas menangkap Supono alias Kedu pukul 15.00. "Interograsi berjalan di lapangan dan alhamdulillah, dua orang ini memberi petunjuk, di Kampung Kepuhsari ada beberapa orang pelaku teror yang ada di sana. Rumah itu adalah rumahnya Susilo alias Adib," ujar Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Bambang Hendarso Danuri dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta.

Kemudian, pukul 23.30 petugas mengevakuasi masyarakat sekitar rumah itu. Setengah jam kemudian, pukul 12.00, petugas mencoba mendobrak pintu. Namun, petugas langsung disambut dengan tembakan. Mereka pun mundur dan meminta lima orang yang berada di dalam rumah itu untuk menyerahkan diri. Namun, hal itu tetap disambut dengan berondong tembakan yang diikuti teriakan heroik. Petugas tak mau ambil risiko dan melakukan perlawanan.

"Mereka tetap tidak mau menyerahkan diri. Ada sepeda motor di rumah tersebut, karena terkena tembakan, akhirnya meledak. Mereka berusaha mengamankan diri di kamar mandi. Anak-anak lalu melakukan breaking wall," ujarnya. Beberapa saat kemudian, pada Kamis pagi, kelima orang di dalam rumah itu berhasil dilumpuhkan.

Saat mengevakuasi tersangka dan diperkuat dengan hasil forensik, polisi mengetahui identitas kelima tersangka. "Alhamdulillah, Bagus Budi Pranoto alias Urwah, pelaku pengeboman Kedubes Australia yang pernah dihukum tujuh tahun dan empat tahun hukuman percobaan sekaligus orang yang mempersiapkan bom di Jatiasih, bisa dilumpuhkan. Dia pernah diketahui di Solo, tapi karena pemberitaan media, dia lepas. Satu korban tewas Urwah ini merupakan ahli pembuat bom. Ini yang melegakan kita salah satunya," ucapnya.

Lalu, ada Hadi Susilo sang penyewa rumah tersebut. Dia juga dievakuasi dalam keadaan tewas. Petugas juga menemukan murid langsung dr Azhari, Aryo Sudarso alias Aji. Sementara itu, korban yang selamat adalah istri Susilo, Munawaroh. Wanita yang sedang hamil itu telah dievakuasi ke RS Kramat Jati Polri karena mengalami luka tembak.

"Terakhir, telah kami periksa dari data antemortem dan sidik jari yang dikirim dari PDRM Police Diraja Malaysia, alhamdulillah dengan kebesaran Allah, dari minimal 11 titik kesamaan pada masing-masing jari, kami menemukan 14 titik kesamaan yang bisa dipertanggungjawabkan. Ke-14 titik ini identik dengan DPO yang kita jadikan target. Dia adalah Noordin M Top!" kata Kapolri. Namun, lanjut dia, ini bukanlah akhir dari perburuan Polri. Sebab, masih ada teroris lain yang berkeliaran di luar.

Namun, dengan tewasnya Noordin M Top, minimal terorisme di Indonesia akan butuh waktu yang lama untuk menggalang kekuatan. Bahkan, masyarakat berharap dengan terbunuhnya Gembong Teroris dari Negri Jiran itu, terorisme di Indonesia akan segera berakhir.

MK Tolak Pelarangan Iklan Rokok



Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak permohonan judicial review yang diajukan Komnas Anak dan Lembaga Perlindungan Anak. Lembaga ini meminta agar iklan mengenai rokok dilarang.


"Mengadili permohonan pemohon untuk ditolak seluruhnya," kata Ketua MK Mahfud MD di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Kamis (10/9/2009). Meski permohonan itu ditolak, 4 orang hakim MK menyatakan dissenting opinion. Empat orang hakim itu adalah Maruarar Siahaan, M Alim, Ahmad Sodiki dan Harjono.

Maruarar menyatakan industri rokok adalah industri yang sangat jahat. Industri ini di negara maju ditentang dan ditolak. Kemudian industri ini dialihkan ke negara berkembang karena peraturannya yang lemah. "Ini sangat merugikan anak sebagai genarasi muda," katanya.

Sementara itu anggota tim kuasa hukum Komnas Anak, Muhammad Joni menyatakan menerima putusan itu. Namun akan mencari jalan lain untuk melarang iklan rokok. "Kita hormati, namun nanti kita coba mengajukan kembali melalui UU yang berbeda seperti UU Perfilman dan UU Pers," katanya.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan sampai saat ini rokok masih produk legal. Karena itu iklan rokok juga dilegalkan sama seperti produk lainnya. "Selain itu banyak penduduk Indonesia yang sampai saat ini bergantung pada industri rokok baik langsung ataupun tidak langsung," kata hakim MK Akil Muchtar.

Secara pribadi, aku jadi susah untuk berpendapat!!! Senang dan susah campur aduk jadi satu. Karena aku termasuk bagian apa yang disebutkan hakim MK Akil Muchtar, penduduk Indonesia yang sampai saat ini bergantung pada industri rokok.

Aku bekerja sebagai pekerja di perusahaan yang bersinergi langsung dengan industri rokok, yaitu perusahaan industri spanduk yang hingga saat ini sangat bergantung pada pesanan order dari perusaan rokok, sebut saja; Gudang Garam dan Djarum!

Dengan jumlah pekerja lebih dari 100 orang, PT Atria Bentara Communica, tempat aku bekerja tentu akan kelimpungan apabila iklan rokok dilarang…

Ilustrasi; sebagai pemborong yang mengerjakan orderan sekitar 20.000 pcs sunscreen (layar toko) dari Gudang Garam dengan ukuran 2 meteran, total 40.000 meter, order itu dapat kami kerjakan dalam waktu 4 hari dan kami --sekitar 40 orang tenaga sablon-- tiap pekerja 'hanya'memperoleh upah perhari sekitar Rp 70.000,- sehingga selama 4 hari memperoleh upah sekitar Rp. 280.000,-

Cukup lumayan memang, namun order tersebut kami terima kira-kira 3 bulan sekali! Apabila peluang memperoleh upah yang lumayan itu nantinya hilang karena penerapan undang-undang larangan iklan rokok, kita tentu hanya bisa ngelus dada…..

Sumangga kersa…



Titip Rindu Buat Ayah



Dimatamu masih tersimpan selaksa peristiwa

benturan dan hempasan terpahat dikeningmu
kau nampak tua dan lelah
keringat mengucur deras
namun kau tetap tabah

Meski nafasmu kadang tersengal
memikul beban yang makin sarat
kau tetap bertahan

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
bahumu yang dulu kekar
legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk

Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia

Ayah,
dalam hening sepi ku rindu
untuk menuai padi milik kita
tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
anakmu sekarang banyak menanggung beban.


Lantunan merdu lagu berjudul Titip Rindu Buat Ayah dari Ebiet G Ade memecah keheningan tengah malam. Lagu itu serasa menghantar butir-butir kenangan dan pendar-pendar rasa rindu akan sosok yang selama ini aku kagumi. Dimataku dia adalah sosok yang hebat...

Benar, dia adalah ayahku; H. Soeparno Hadimartono, BA. Dia bukan seorang pejabat publik, saudagar ataupun pejabat tinggi. Dia hanya seorang guru! Ya guru sebuah sekolah dasar di sebuah desa terpencil, Sokoboyo. Desa Sokoboyo berada disebelah utara sekitar 9 km dari kota Kecamatan Slogoghimo Kabupaten Wonogiri.

Dalam usianya yang menginjak 73 tahun, aku meyakini dia telah menyimpan perjalanan hidup yang panjang dan penuh makna. Dan hingga kini, dia masih tampak segar dan masih melakukan aktifitas yang cukup berat seperti dangir di kebun, ngarit pari di sawah maupun mengurusi rekan-rekannya pensiunan di PWRI Kecamatan Slogohimo dalam memperoleh hak dana pensiun dan berbagai hal administrative lainnya. Kadang sampai seminggu 2-3 kali harus bolak-balik Slogohimo-Solo mengurusi proses situ.

Semua itu dilakukan dengan tulus dan ikhlas, mengalir tanpa beban. Mungkin itulah salah satu resepnya dalam mengisi waktu pensiun disamping kegiatan keagamaan yang hampir tak ada putusnya.

Kenangan ini aku tulis sebagai sebuah bhakti dan pengakuan bahwa dari sosoknya, aku menemukan sebuah pemaknaan hidup.

Jiwa seni yang aku miliki tidak lepas dari didikannya, maklum dia juga seorang guru menggambar di SMP Donoloyo, jiwa kreatifitas yang aku punya juga tak lepas dari gemblengannya. Dulu saat aku masih duduk di sekolah dasar, ketika bapak ada tugas membuat backdroop –tulisan dilayar untuk suatu acara di kecamatan-- aku sering diajak dan dilibatkan, seperti menggunting huruf dan menempelkan huruf itu di kain.

Sadar atau tidak, proses itulah yang telah membentuk aku menjadi seorang desain grafis.

Jelang ulang tahun Perkawinan Emas, Pebruari tahun 2010, aku sangat-sangat berharap anak-anaknya; Heny Rahayu, Wiyono Undung Wasito, Lilis Prastiwi, Amrih Mulyono, Kun Prastowo, Adhi Lukito dan Anin Saptantri bisa mendokumentasikan semangat dan filosofi perjalanan hidupnya dalam sebuah buku.

Ya, sebuah Biografi! Sebagai kado ulang tahun Perkawinan Emas;
H. Soeparno Hadimartono, BA – Hj. Sulamsini, BA.


Tari Pendet-ku


Malaysia sejauh ini dituduh telah mengklaim beberapa kebudayaan asli Indonesia. Misalnya Reog Ponorogo yang disebutnya Sisingaan, Tari Barong yang disebut di Malaysia sebagai Barongan.


Begitu juga Keris, Angklung, Batik, Hombo Batu, dan Tari Folaya hingga Lagu "Rasa Sayange" yang berasal dari Ambon, dan Lagu "Es Lilin" asli Sunda.

Terakhir, Malaysia kembali mengklaim budaya Indonesia -- tarian pendet, Bali -- menjadi budaya mereka yang dicantumkan dalam iklan visit year mereka. Walau dari penelusuran yang dilakukan Kompas.com, isu klaim budaya Indonesia oleh Malaysia termasuk tari pendet ini sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2007.

Mendatang bisa jadi ukir dan arsitektur-nya, bahkan suatu saat bisa jadi ideology kita yang akan diklaim milik mereka, bisa jadi to?!!

Budayawan, Radhar Panca Dahana, mengatakan pengklaiman budaya Indonesia oleh Malaysia untuk kesekian kalinya merupakan kesalahan pemerintah Indonesia sendiri. "Ya tidak apa-apa lah, kita juga suka mengambil budaya lain untuk untuk promosi," katanya.

Ia menilai kecolongan budaya tersebut sebenarnya sebuah cermin atau refleksi. Ia menilai kita terluka dan malu, karena kita sadar sebagai pemilik kebudayaan itu kita tidak memperhatikannya. "Selama ini kebudayaan dipinggirkan, pemerintah dan masyarakat tak lagi peduli," ujarnya.

Sedangkan negara lain, seperti Malaysia, membutuhkan ekstensi kebudayaan, karena kebudayaan adalah senjata terbaik untuk diplomasi internasional. Potensi bisnisnya bagus. "Malaysia tahu mereka kekurangan budaya, mereka pintar melihat kebudayaan negara tetangganya, dan mereka menghargai budaya untuk mencari keuntungan, sedangkan pemerintah kita tidak peduli. Hanya peduli pada olahraga dan program lainnya," katanya.

Untuk itu, kedepannya agar Indonesia tidak kecolongan lagi, pemerintah harus perhatikan kebudayaan itu. "Kita majukan budaya kita supaya kita ada di depan, munculkan budaya kita dalam upacara-upacara, acara-acara, jangan lagu-lagu masa kini yang dinyanyikan oleh Presiden kita," tandasnya.

Banyak perspektif yang perlu kita cermati dari kasus ini adalah;

Pertama, budaya adalah hasil cipta, rasa dan karsa dari sebuah masyarakat yang tidak serta merta ada (ujug-ujug) namun melalui proses yang panjang. Ketika sebuah budaya diklaim sebagai milik suatu masyarakat (baca; negara), maka masyarakat tersebut harus bisa membuktikan keberadaannya. Masyarakat Indonesia tidak perlu ‘kebakaran jenggot’ atas kasus ini, karena sudah jelas-jelas budaya itu hasil cipta, rasa dan karsa masyarakat Indonesia.

Kedua, Urat malu bangsa Malaysia yang jelas-jelas sudah tidak ‘nyambung lagi’ justru menjadi bukti memang hanya sampai disitu beradaban mereka! Kita dapat menjustifikasi bahwa bangsa Malaysia adalah bangsa pencuri, bangsa yang tidak beretika, bangsa yang tidak punya budaya!

Ketiga, sebuah kenyataan bahwa sebagai sebuah bangsa yang berbudaya kita justru tidak mempedulikan kebudayaan kita sendiri, hal ini terbukti justru bangsa lain yang mencoba memperkenalkan. Kini saatnya semua warga masyarakat Indonesia untuk kembali memperhatikan akar budayanya, itupun kalau masih menginginkan budaya itu lestari dan masih bisa dinikmati anak cucu kita kelak.

Keempat, Sebagai refleksi: Sebuah contoh kecil; apakah masyarakat Jawa masih ingat budaya Brokohan, Tedak Siten, Tembang Mocopat, dan tradisi budaya lainnya? Apalagi dalam hal berpakaiaan. Masyarakat kita sekarang sudah modern! Malu kalau menggunakan simbul-simbol budaya lokal! Tapi mengapa terusik ketika budayanya diklaim oleh bangsa lain? Mengapa kita juga tidak malu memakai cawet, kotang, t-shirt, kemeja, celana panjang ataupun jas? Padahal jelas semua pakaiaan itu bukan budaya kita?! Nah…

Kelima, semua permasalahan itu adalah tugas pemerintah! Bukan tugas masyarakat! Tugas masyarakat adalah melestarikan, menghayati dan mengaktualisasikan dalam segi-segi kahidupan. Bolehlah, masyarakat berpendapat, menjadi minyak, bensin atau malah TNT! Namun yang meledakkan dan punya laras panjang adalah pemerintah! Jangan benturkan masyarakat Indonesia dengan masyarakat bangsa lain.

Kita tunggu; apakah pemerintah masih punya rasa idealisme, harga diri dan nasionalisme dalam masalah ini….



Pengikut

ShareThis

Pambuka


Blog ini ditayangkan untuk mengasah idealisme saya tentang; kebangsaan, kerakyatan, budaya, silaturahmi dan hal-hal kecil yang 'mungkin' sama sekali tidak penting alias ecek-ecek. Sekaligus untuk curah pendapat bagi siapa saja yang sempat mampir. Semoga kearifan lokal tidak dilupakan...
Sumangga katuran pinarak...

Local Blogs
blog