Titip Rindu Buat Ayah



Dimatamu masih tersimpan selaksa peristiwa

benturan dan hempasan terpahat dikeningmu
kau nampak tua dan lelah
keringat mengucur deras
namun kau tetap tabah

Meski nafasmu kadang tersengal
memikul beban yang makin sarat
kau tetap bertahan

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
bahumu yang dulu kekar
legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk

Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia

Ayah,
dalam hening sepi ku rindu
untuk menuai padi milik kita
tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
anakmu sekarang banyak menanggung beban.


Lantunan merdu lagu berjudul Titip Rindu Buat Ayah dari Ebiet G Ade memecah keheningan tengah malam. Lagu itu serasa menghantar butir-butir kenangan dan pendar-pendar rasa rindu akan sosok yang selama ini aku kagumi. Dimataku dia adalah sosok yang hebat...

Benar, dia adalah ayahku; H. Soeparno Hadimartono, BA. Dia bukan seorang pejabat publik, saudagar ataupun pejabat tinggi. Dia hanya seorang guru! Ya guru sebuah sekolah dasar di sebuah desa terpencil, Sokoboyo. Desa Sokoboyo berada disebelah utara sekitar 9 km dari kota Kecamatan Slogoghimo Kabupaten Wonogiri.

Dalam usianya yang menginjak 73 tahun, aku meyakini dia telah menyimpan perjalanan hidup yang panjang dan penuh makna. Dan hingga kini, dia masih tampak segar dan masih melakukan aktifitas yang cukup berat seperti dangir di kebun, ngarit pari di sawah maupun mengurusi rekan-rekannya pensiunan di PWRI Kecamatan Slogohimo dalam memperoleh hak dana pensiun dan berbagai hal administrative lainnya. Kadang sampai seminggu 2-3 kali harus bolak-balik Slogohimo-Solo mengurusi proses situ.

Semua itu dilakukan dengan tulus dan ikhlas, mengalir tanpa beban. Mungkin itulah salah satu resepnya dalam mengisi waktu pensiun disamping kegiatan keagamaan yang hampir tak ada putusnya.

Kenangan ini aku tulis sebagai sebuah bhakti dan pengakuan bahwa dari sosoknya, aku menemukan sebuah pemaknaan hidup.

Jiwa seni yang aku miliki tidak lepas dari didikannya, maklum dia juga seorang guru menggambar di SMP Donoloyo, jiwa kreatifitas yang aku punya juga tak lepas dari gemblengannya. Dulu saat aku masih duduk di sekolah dasar, ketika bapak ada tugas membuat backdroop –tulisan dilayar untuk suatu acara di kecamatan-- aku sering diajak dan dilibatkan, seperti menggunting huruf dan menempelkan huruf itu di kain.

Sadar atau tidak, proses itulah yang telah membentuk aku menjadi seorang desain grafis.

Jelang ulang tahun Perkawinan Emas, Pebruari tahun 2010, aku sangat-sangat berharap anak-anaknya; Heny Rahayu, Wiyono Undung Wasito, Lilis Prastiwi, Amrih Mulyono, Kun Prastowo, Adhi Lukito dan Anin Saptantri bisa mendokumentasikan semangat dan filosofi perjalanan hidupnya dalam sebuah buku.

Ya, sebuah Biografi! Sebagai kado ulang tahun Perkawinan Emas;
H. Soeparno Hadimartono, BA – Hj. Sulamsini, BA.


Pengikut

ShareThis

Pambuka


Blog ini ditayangkan untuk mengasah idealisme saya tentang; kebangsaan, kerakyatan, budaya, silaturahmi dan hal-hal kecil yang 'mungkin' sama sekali tidak penting alias ecek-ecek. Sekaligus untuk curah pendapat bagi siapa saja yang sempat mampir. Semoga kearifan lokal tidak dilupakan...
Sumangga katuran pinarak...

Local Blogs
blog